PALEMBANG – Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus, Palembang Senin (16/12) pagi telah menerima berkas perkara OTT KPK penerima suap yakni seorang Bupati Muaraenim nonaktif Ahmad Yani.
Berdasarkan informasi yang pewarta dapatkan bahwa berkas perkara tersebut telah dilimpahkan oleh tim KPK kepada pihak Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Khusus, Palembang yang telah dilakukan penetapan sidang serta perangkat sidang.
Hal tersebut dibenarkan oleh Juru Bicara Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus, Palembang Hotnar Simarmata SH MH. “Setelah kita cek berkasnya memang sudah masuk ke PN, oleh karena itu setelah berkas telah dilimpahkan ke PN maka selanjutnya akan ada penetapan sidang perdana serta perangkat persidangan,” ungkap Hotnar.
Hotnar menambahkan, untuk tersangka yang akan disidangkan nantinya itu yakni penerima suap Bupati Muaraenim nonaktif bernama Ahmad Yani.
“Yang pasti sidang tersebut digelar terbuka untuk umum, jadi silahkan juga nanti untuk jadwalnya bisa dilihat langsung melalui website PN Palembang juga ada,” tutup Hotnar.
Penetapan jadwal sidang perdana tersebut akan dilakukan pada Kamis, 26 Desember 2019. Dengan perangkat sidang majelis hakim diketuai oleh Erma Suharti SH MH, sedangkan hakim anggota Abu Hanifah SH MH serta Junaidah SH MH dan sebagai Panitera Pengganti Maseha SH.
Sekedar mengingatkan bahwa tertangkapnya tersangka tersebut bermula saat Tim penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Palembang dan Muara Enim, Sumatera Selatan, Senin (2/9) silam.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan tiga tersangka terkait kasus dugaan suap berkaitan dengan pekerjaan proyek di Dinas PUPR di Kabupaten Muara Enim.
Sebagai pemberi adalah terdakwa Robi Okta Fahlefi selaku kontraktor pengerjaan proyek dan sebagai penerima Bupati Muara Enim Ahmad Yani, Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan PPK di Dinas PUPR Muara Enim Elfin Muhtar.
Ahmad Yani diduga menerima uang USD 35 ribu dari Robi. Uang tersebut diduga merupakan komitmsn fee 10 persen untuk mendapatkan 16 paket pekerjaan dengan nilai Rp 130 miliar.
Selain uang USD 35 ribu, KPK menduga Ahmad Yani pernah menerima uang sebelumnya dengan total Rp 13,4 miliar, terkait berbagai paket pekerjaan di lingkungan kabupaten tersebut.
Robi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu Ahmad Yani dan Elfin dapat dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (yns)