

PALEMBANG – Mantan Direktur Utama Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sumsel, Nazirwan Delamat terancam pidana penjara 15 tahun penjara dan denda Rp100 juta. Hal itu terungkap saat sidang di PN Klas 1 A khusus Palembang, kemarin.
Dimana Jaksa Penuntut Umum (JPU) Anggara Surya Negara SH MH dan Indah Kumala Sari SH menjerat terdakwa dengan dakwaan melanggar Pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 junto Pasal 64 ayat (1) KUHP yang ancaman maksimalnya 15 tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Dalam dakwaan JPU dimuka sidang yang dipimpin majelis hakim Erma Suharti SH MH diungkapkan, bahwa Nazirwan menjadi terdakwa atas perkara fasilitas kredit sebesar Rp60 miliar yang diduga tidak mengedepankan prinsip kehati-hatian (Prudance), sehingga melanggar Undang-undang Perbankan.
Dalam dakwaan dikatakan, bahwa terdakwa dengan sengaja membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank.
“Yaitu terdakwa telah menyetujui pemberian fasilitas kredit sebanyak 21 fasilitas kredit dengan 12 debitur dan total plafon sebesar Rp40.975.000.000,” terang JPU.
Selain itu, terdakwa juga menyetujui pemberian empat fasilitas kredit kepada debitur a.n. PL Konsorsium Indomineratama Waspada Karsa (PL KIWK) dengan plafon sebesar Rp15.200.000.000 serta menyetujui pemberian 2 fasilitas kredit kepada debitur atas nama PT Bangau Persada Nusantara (PT BPN) dengan total plafon Rp4.500.000.000 yang tidak didasari dengan adanya Surat Perintah Kerja (SPK).
Nilai agunan yang tidak mengcover plafon kredit, tidak dilakukan survei ke lokasi proyek/klarifikasi kepada bowheer, persetujuan kredit diberikan dalam Rapat Internal sebelum adanya analisis kredit, tidak terdapat track record usaha ataupun keuangan debitur (SID), beberapa SPK tidak sesuai dengan nama debitur yang diajukan, tidak dilakukan verifikasi kebenaran data laporan keuangan, tidak dilakukan analisis konsep hubungan total pemohon kredit (one obligor concept) dan tidak dilakukan analisis kebutuhan modal kerja.
“Yang mana terhadap dua puluh satu fasilitas kredit tidak digunakan oleh debitur melainkan digunakan oleh Sdr. Amiruddin, dan dari hasil pencairan pemberian kredit tersebut telah dibukukan atau dicatatkan di register pinjaman kredit dan Buku Kas Besar di PT BPR Sumatera Selatan,” ujar JPU dimuka sidang.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, advokad Suwito SH dan rekan penasehat hukum lainnya, mengaku pihaknya sempat merasa terkejut ketika tahu bahwa permasalahan ini akan dibawa ke ranah hukum, Sebab diawal, pihaknya menduga hal tersebut hanyalah permasalahan administrasi saja.
“Tapi kembali lagi, OJK punya wewenang untuk melakukan penyidikan dan bila menemukan tindak pidana maka akan langsung diteruskan ke penegakan hukum. Maka dari itu kami siap mengikuti proses hukum ini,” ujarnya.
Disisi lain, mantan Dirut BSB Asfan Fikri Sanaf menerangkan, kehadirannya dalam persidangan, tak lebih untuk memberikan dukungan moril terhadap rekan kerjanya. (yns)