Pasutri Menangis Ketika Divonis Hakim 7 dan 4 Tahun Bui

0

PALEMBANG – Terdakwa perkara tindak pidana penggelapan dan pencucian uang, senilai lebih dari Rp 19 milyar, yakni Ade Okta Sahputra (40) dan RA Gita Oktarani (39) tak kuasa menahan air mata, ketika majelis hakim yang diketuai oleh Subur Susatyo SH MH memutuskan vonis pidana penjara masing- masing 7 tahun dan 4 tahun kepada pasangan suami istri (pasutri) tersenbut.

Dalam persidangan yang digelar kemarin di ruang sidang Pengadilan Negeri Palembang Klas 1 A Khusus, dihadapan kedua terdakwa serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rini Purnamawati SH, majelis hakim membacakan amar putusan terhadap para terdakwa yang dinilai oleh majelis hakim telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan melawan hukum dengan secara bersama-sama menguntungkan diri sendiri ataupun orang lain melanggar Pasal 378 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 Jo. Pasal 10 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

“Menjatuhkan pidana terhadap masing-masing terdakwa yakni terdakwa Ade Okta dengan pidana penjara selama 7 tahun, serta terdakwa Gita Oktarani pidana penjara selama 4 tahun dengan denda sebanyak Rp 1 milyar yang apabila terdakwa tidak dapat membayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan,” tegas Hakim Subur membacakan putusannya.

Putusan yang telah dibacakan tersebut sedikit lebih ringan dari tuntutan JPU yang pada sidang sebelumnya menuntut para terdakwa masing-masing dengan pidana penjara selama 9 tahun dan 5 tahun.

Setelah selesai mendengar putusan yang dibacakan oleh majelis hakim, tangis kedua terdakwa tak bisa dibendung, dengan sesekali menyeka air mata. Pun demikian dengan keluarga para terdakwa yang ikut menyaksikan sidang putusan tak henti-hentinya menangis hingga ketika para terdakwa dibawa ke sel tahanan sementara PN Palembang.

Ditemui usai sidang terdakwa melalui kuasa hukumnya Hendra Jaya SH mengatakan pikir-pikir dahulu terhadap putusan dalam waktu yang sesuai undang-undang, dan menganggap bahwa berdasarkan data-data yang ada tidak ada mengandung unsur pidana dikarenakan adanya suatu perjanjian dan telah dibuat juga kesepakatan antara kedua belah pihak untuk menanggung semua kerugian dan keuntungan.

“Pihak pelapor tidak mempertimbangkan adanya kesepakatan yang telah dibuat dengan klien kami, yang jelas dalam perjanjian tersebut disebutkan kedua belah pihak menanggung baik itu kerugian ataupun keuntungan yang dari 2013 hingga 2017 pihak pelapor telah menerima keuntungan dari kerjasama tersebut,” ucap Hendra.

Sekedar mengingatkan kasus yang membuat Pasutri tersebut harus berurusan dengan hukum bermula pada 2015 yang bermula adanya kerjasama bisnis jual beli karet, yang awal mulanya berjalan lancar, hingga pada 2016 pelapor pun menambahkan modal lagi hingga secara bertahap hingga mencapai nilai sebesar Rp19 miliar kepada terdakwa dikarenakan keuntungan yang cukup menjanjikan yang diberikan oleh terdakwa.

Hingga akhirnya pada 2017 perjanjian kerjasama tersebut sedikit bermasalah karena keuntungan yang dijanjikan tak kunjung diberikan oleh terdakwa, oleh karena itulah korban melaporkan perbuatan terdakwa ke pihak berwajib.

Lalu pada Desember 2018 kedua Pasutri tersebut ditangkap oleh aparat Unit 3 Direskrimsus Polda Sumsel di Batam, diduga hendak menyeberang ke Singapura. (yns)