Penetapan Status Tersangka JA Oleh Polda Sumsel Tidak Sah

0

# Penyidik Polda Sumsel dinilai semena-mena

BATURAJA- Penetapan status tersangka Wakil Bupati OKU, Johan Anuar atau akrab disapa JA oleh penyidik Polda Sumsel terkait dugaan kasus korupsi lahan kuburan yang merugikan negara miliran rupiah, dinilai tidak sah bila berdasarkan kajian hukum.

Hal itu diungkapkan saksi ahli DR Mahmud Mulyadi SH MHum yang merupakan Dosen Fakultas Hukum USU usai memberikan keterangan dalam sidang gugatan praperadilan yang digelar di ruang Sidang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Baturaja, Kamis (09/01/2020).

Ahli hukum pidana ini dihadirkan tim kuasa hukum JA pada agenda sidang mendengarkan keterangan saksi ahli.

“Ya menurut saya tidak sah karena membingungkan ada satu kasus menjadi dua sprindik (Surat Perintah Penyidikan), dua LP (Laporan Polisi). Nah sementara, yang benar itu adalah seharusnya SP3-nya dihentikan terlebih dahulu. Nah dari SP3 ini bergerak, itu yang benar jadi dia tetap satu LP bukan dua LP,” terangnya.

Mulyadi menegaskan posisinya hadir bukan dalam tataran untuk face to face dengan penyidik atau dengan pemohon dan termohon. “Tapi kalau saya dengan aturan hukum saja karena negara kita negara hukum,” tegasnya.

Sebab makna dari praperadilan itu adalah bahwa seseorang itu berhak atas perlindungan hukum. Sehingga pendapat yang dia sampaikan di persidangan bahwa menjadi tersangka itu bukan dari sesuatu upaya paksa. “Namun adalah hak yang harus diterima kalau memang prosedur hukum menyatakan memang benar, ada alat bukti dan sebagainya,” Mulyadi.

Dijabarkannya, bahwa proses praperadilan itu menguji cara prosedur kewenangan dari penetapan tersangka. Apakah berwenang atau tidak.

Sebenarnya sebut Mulyad, ada mekanisme juga dari Mahkamah Agung seteleh seseorang pemohon permohonan di praperadilan pertamanya dimenangkan maka bagaimana untuk penetapan sebagai tersangka.

“Ada Perma No 4 Tahun 2016, ada putusan MK tentang alat-alat bukti baru. Jadi memang kita itu batasannya ruang lingkupnya dia kewenangannya yang dijalankan penyidik itu berwenang atau tidak. Nah kewenangan ini lahir dari undang-undang atau perintah jabatan. Artinya, tetap dalam ruang lingkup hukum itu sediri,” sebut Mulyadi.

Yang diuji hari ini yang diterangkannya adalah dia menekankan bahwa dirinya sudah punya patokan. Yaitu bukan berarti harus memenangkan pemohon atau memenangkan termohon tapi memang sesuai atau tidak itu dilakukan menurut peraturan perundang-undangan. Itulah menurutnya maksud dari praperadilan sebenarnya.

Sebagai saksi ahli Mulyadi sudah menjelaskan di depan hakim, bahwa kalau misalnya ada perintah dari hakim praperadilan untuk menerbitkan SP3, maka terbitkan dulu SP3 itu baru bisa ditetapkan tersangka kembali.

Jika ada temuan alat bukti baru yang menurut PERMA itu diluar yang diajukan, tetapi kalau menurut keputusan MK No 42 tahun 2017 boleh alat bukti alat bukti lama yang secara formil ditolak tapi diperbaiki dan diajukan kembali.

“Nah itu namanya mekanisme hukum. Jadi kalau penetapan tersangka diluar prosedur itu menurut saya tidak sah,” pungkas pria yang kerap dimintai keterangan sebagai saksi ahli dalam persidangan pra peradilan dengan pemohon orang-orang terkenal di jagad nasional ini.

Sementara Kuasa hukum tersangka Johan Anuar, Titis Rachmawati SH MH CLA dikonfirmasi usai sidang menjelaskan, penetapan status tersangka kepada kliennya oleh penyidik Polda Sumsel dinilainya merupakan tindakan sewenang-wenang yang dilakulan institusi Polri.

Menurut dia, penetapan tersangka tersebut banyak sekali tidak sesuai prosedur karena ketika proses praperadilan terdahulu seharusnya penyidik langsung mengeluarkan SP3 sesuai amar keputusan pengadilan.

“Nyatanya sebelum SP3 mereka keluarkan namun penyidik justru mengeluarkan LP baru dan terus melakukan penyidikan lagi. Jadi pada kasus ini ada dua LP dalam satu kasus. Nah itulah yang ingin kami uji di sini,” tegasnya.

Dan juga selama proses persidangan ini lanjut dia, bukti-bukti yang dihadirkan penyidik ternyata tidak ada bukti baru. “Kami melakukan ini bukan untuk berhadap-hadapan dengan penyidik tetapi berharap hal ini bisa menjadi koreksi bagi Polri agar jangan sampai semena-mena. Jangan mereka mengedepankan pokok masalah tetapi prosedur tidak dilaksanakan. Itula yang namanya semena-mena itu,” sesalnya.

Dia menegaskan, jika nanti sampai tuntutan atau gugatan praperadilan ini tidak dikabulkan majelis hakim, maka hal ini merupakan sesuatu yang buruk buat kita semua. “Mudah-mudahan yang mulia majelis hakim yang berani dan tidak ada tekanan-tekanan, maka seharusnya gugatan kami dikabulkan,” tandasnya.

Lalu bagaimana dengan kondisi terkini JA yang dikabarkan tengah sakit dan dirawat di RS DKT Baturaja? Titis mengatakan, kondisi kliennya itu saat ini masih mengalami sakit di tenggorokan dan diare sehingga harus diopname di rumah sakit.

“Untuk itu kami minta penyidik bersabar sedikit dan tunggu dulu sampai JA sembuh baru memanggil beliau lagi untuk diperiksa sebagai tersangka,” katanya.

Kemudian saat ditanya langkah apa yang akan dilakukan pihaknya kalau gugatan mereka dikabulkan majelis hakim? Wanita berhijab itu dengan tegas mengatakan pihaknya meminta penyidik Polda Sumsel patuh 100 persen terhadap amar putusan yang dibacakan majelis hakim.

“Kami minta penyidikan kasus ini dihentikan semua. Penyidik tidak berhak lagi memanggil klien kami. Jika masih dipanggil, maka mereka bisa kami pidanakan,” pungkasnya.

Sementara itu, tim kuasa hukum Polda Sumsel tidak terlihat lagi di lokasi persidangan, saat akan dikonfirmasi wartawan.

Diketahui tim kuasa hukum Polda Sumsel yang dikomandoi Kombes Pol Jon Mangundap dkk, seperti biasanya langsung meninggalkan lokasi sidang. (kie)