PALEMBANG, – Sampai sekarang masih saja ada nasabah yang tidak mengetahui terkait dengan beberapa ketentuan dalam perjanjian kerjasama antara kreditur dan debitur sehingga menimbulkan persoalan di kemudian hari.
Salah satunya mengenai bahwa pada saat masa kredit berjalan unit kendaraan jangan sampai pindah tangan tanpa seizin perusahaan pembiayaan.
Brand Manager PT. Chandra Sakti Utama Leasing (Csul), Indra di Palembang, Selasa mengatakan, sesuai dengan Uu no 42 tahun 1999 tentang jaminan Fidusia, debitur kredit tidak memiliki izin resmi memindahkan unit kendaraan kelain orang bisa diproses hukum.
Ia menuturkan, dari sekian banyak debitur pembiayaan yang ditangani ada dua orang yang tidak bisa melunasi pembiayaan bahkan unit mobil yang dibiayai juga dipindah tangankan tanpa sepengetahuan leasing bahkan mobil itu raib.
Seperti salah satu oknum berinisial W yang sudah beberapa kali sudah diberi peringatan ke satu, peringatan kedua dan perigatan ke tiga, namun tidak ada etika baik bahkan kendaraan sudah hilang, sehingga membuat pihaknya terpaksa menempuh jalur hukum.
“Kita hanya ingin ingatkan ke masyarakat bahwa masalah take over itu bukan hal sepele karena diatur dalam undang-undang dan bisa diancam pidana jadi jangan main-main,” ujarnya.
Ia menjelaskan, kalau masalah over kredit atau pemindahtanganan pembiayaan boleh saja dilakukan asal resmi dan diketahui perusahaan pembiayaan dimana dia mengajukan kredit kendaraan tersebut
Dengan begitu maka pihak perusahaan pembiayaan akan menilai apakah calon debitur selanjutnya ini mampu membayar cicilan yang masih tersisa. Jika mampu maka disetujui. Tapi jika tidak maka tidak akan disetujui sebab perusahaan leasing juga tidak ingin ambil resiko memberikan izin namun kemudian hari bermasalah dan tidak bisa membayar juga.
Oleh sebab itu calon debitur yang akan melanjutkan pembiayaan ini juga akan dicek riwayat pembiayaannya melalui BI checking. Jika nilai track recordnya bagus maka tidak ada masalah untuk melanjutkan pembiayaan.
Indra menjelaskan over kredit ini tidak memerlukan biaya besar hanya berkisar Rp1,5 juta. Biaya itu diperlukan untuk mengurus administrasi baru sebab sudah berganti identitas baru debiturnya.
Memang mengurus over kredit ini dianggap ribet padahal mudah tinggal lapor ke leasing saja dan leasing akan mendata calon debitur baru dan jika setuju maka akan dihadapkan dengan notaris untuk dibuatkan surat berita acara baru dan semua administrasi baru atas nama debitur baru sehingga tidak akan ada sangkut pautnya lagi dengan debitur lama, tuturnya.
Ia mengingatkan pula bahwa sistem over kredit ini jangan dianggap masalah sepele karena jika ketahuan dan riwayat pembiayaan debitur seterusnya tidak baik maka yang akan rugi juga debitur sebab namanya akan di black list sehingga akan ditolak oleh semua perusahaan pembiayaan apa saja ke depannya begitu juga dengan bank.
Selain itu, lanjutnya, jika kasus over kredit bermasalah dan dibawa ke jalur hukum maka ancamannya adalah kurungan penjara.
Sanksi pidana bagi yang menjual melanggar pasal 372 KUHP Dan pasal 36 Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia. Sementara itu bagi pembeli melanggar pasal 480 KUHP tentang penadahan.
Selain itu masalah lain yang kerap ditemui di lapangan yakni meminjamkan data pada orang lain untuk membeli kendaraan secara kredit. Masalah kemudian muncul saat yang membeli tidak membayar namun leasing akan menagih pada nama yang dipinjam sebab data diri yang diserahkan pada leasing yakni data orang tersebut.
Jika upaya persuasif sudah dilaksanakan namun tidak ada solusi maka mau tidak mau leasing akan menempuh jalur hukum untuk mengamankan aset.
Adapun mekanisme yang ditempuh sebelum melalui jalur hukum cukup panjang yakni dengan mengingatkan agar membayar tagihan jika sudah lewat tanggal jatuh tempo. Tujuh hari dari tanggal jatuh tempo jika tidak dibayar dan tidak ada itikad baik maka akan diberikan surah peringatan (SP) satu dan akan berjenjang 7 hari kemudian atau 14 hari dari tanggal jatuh tempo tidak dibayar dan juga tidak ada mediasi atau itikad baik maka akan diberikan SP kedua, dan SP tiga akan dikeluarkan jika 21 hari tidak membayar setelah tanggal jatuh tempo.
Jika lebih dari lima bulan tidak dibayar maka kendaraan yang jadi pembiayaan akan ditarik dan biaya penarikan unit akan dibebankan pada debitur.
Untuk besaran biaya penarikan unit ini tergantung dengan tingkat kesulitan pengambilan, karena ini melibatkan pihak ketiga atau deb collector. Bisa saja biaya besar jika kendaraan itu sudah dipindahtangankan atau debitur tersebut sudah pindah sehingga mobil dan debitur sulit dilacak. Maka bisa saja kendaraan ini akan disita di jalan karena dianggap tidak kooperatif dan tidak ada itikad baik membayar bahkan terkesan menghilang begitu saja.
“Dengan begitu maka jalur pidana adalah langkah terakhir yang akan ditempuh, jika ada cara persuasif maka akan kita pilih persuasif sebab biayanya yang bermasalah ini pembiayaan yang cicilannya baru sehingga lebih besar utang pokok daripada angsuran yang telah dibayarkan. Sebab jika lebih besar angsuran yang sudah dibayar tapi tidak mampu membayar lagi maka solusinya mobil dijual dan kurang pokok hutang bisa dilunasi dan sisanya adalah uang milik debitur,” jelasnya.
Sementara untuk kinerja pembiayaan pada 2021 cukup baik dimana tercatat realisasi pembiayaan mencapai Rp40-47 miliar. Pada tahun ini target Rp50 miliar. “Kalau untuk NPL Kecil tidak sampai satu persen, karena kita dalam penyaluran sangat selektif dan kami optimistis pada tahun ini akan tumbuh mengingat ekonomi semakin membaik,” katanya.